Sabtu, 03 Oktober 2009

Materi Odol Agar Gigi Afdol

Belum afdol rasanya menggosok gigi tanpa menggunakan odol. Sebab, dengan pasta itu, gigi bisa tampak bersih, putih, kuat, hingga membuat napas menjadi segar.

Di pasar, pilihannya sangat beragam, dari rasa mint hingga buah-buahan. Malah satu produsen pasta gigi membikin spesifik produknya untuk gigi sensitif, herbal, putih, dan untuk gigi susu. Banyak kalangan bertanya-tanya. Apakah kandungan dalam odol yang katanya membuat gigi cemerlang itu efektif dan betul-betul aman dalam jangka waktu yang lama?

Namun, kegamangan akan hal itu sepertinya tidak menimpa presenter layar kaca Erwin Parengkuan dalam memilih odol untuk keluarga. Yang penting, bagi dia, adalah pasta gigi itu bisa membersihkan gigi dan menghilangkan plak dengan aman.

Meski yang membeli odol ternyata adalah sang istri, Jana Parengkuan, dia yakin mantan pacarnya itu tahu yang terbaik. "Kalau terbukti efektif membersihkan gigi, saya malas ganti-ganti (produk)," ujarnya seusai tampil menjadi bintang tamu dalam acara peluncuran produk pasta gigi di Jakarta beberapa waktu lalu.

Menurut Dr Paulus Januar, drg, MS, dari Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), masyarakat sebaiknya memilih pasta gigi yang ukuran partikelnya tidak terlalu kasar, sehingga tidak membuat gigi iritasi.

Kemudian kandungan yang ada di dalamnya jangan sampai mengandung racun yang malah merugikan kesehatan si pengguna. Misalnya keracunan fluoride, (fluorosis) yang menyebabkan gigi menjadi cokelat. "Sampai saat ini penggunaan fluoride dalam pasta gigi memang masih pro dan kontra," ujar Paulus kepada Tempo, Selasa lalu.

Beberapa literatur menunjukkan bahwa keberadaan fluoride dalam odol sangat dibutuhkan. Kandungan ini diindikasikan dapat melindungi gigi dengan cara melapisinya agar tahan dari proses pembusukan. Kandungannya juga berperan sebagai efek detergen--pembersih--bagi gigi. Namun, dosis fluoride dalam odol sangat dibatasi. Standar Nasional Indonesia, seperti dilansir PDGI online, mensyaratkan kandungan fluoride dalam pasta gigi orang dewasa adalah 800-1.500 ppm. Sementara itu, fluoride dalam pasta gigi anak adalah 500-1.000 ppm.

Menurut Wakil Dekan IV Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Dr Tri Erri Astoeti, drg, MKes, beberapa studi memang mengatakan kandungan fluoride itu berbahaya. Jika fluoride dalam tubuh melebihi kadar semestinya, jelas bisa merugikan kesehatan. Apalagi, tutur Erri, seseorang tidak tahu berapa kadar fluoride yang mengendap dalam tubuh mereka.

"Kita tidak bisa mengontrol fluoride dalam air minum dan makanan," ucap Erri seusai menjadi pembicara dalam acara peluncuran produk pasta gigi di Jakarta beberapa waktu lalu. Pasta gigi adalah fluoride topikal, berbeda dengan fluoride yang bersumber dari makanan dan minuman. "Makanya, jangan sampai tertelan, dong, odolnya," ujarnya mengingatkan.

Dalam pasta gigi juga terkandung zat formalin, yang populer beberapa dalam tahun belakangan. Terlepas dari kontroversi yang ada sebelumnya, dokter berjilbab ini menjelaskan bahwa formalin digunakan untuk merawat fungsi semua kandungan dalam odol, sehingga kondisi produk tetap aman meski odol telah dibuka. Ketentuan Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah jika tidak melebihi 0,05 persen komposisi, formalin dalam pasta gigi tak perlu dicantumkan. Asumsinya, formalin dalam pasta gigi hingga kini masih dalam ambang batas aman.

Kemudian produsen pasta gigi juga menggandeng bahan-bahan herbal, meski dalam penelitian Inne Suherna Sasmita dan kawan-kawan, mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung, berjudul Gambaran Efek Pasta Gigi yang Mengandung Herbal terhadap Penurunan Indeks Plak pada 2006 mendapati bahwa bahan tumbuhan yang ditambahkan ke dalam pasta gigi, seperti lidah buaya, jeruk nipis, dan daun sirih, tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan indeks plak--ketimbang pasta gigi tanpa herbal.

Hal itu disimpulkan Inne setelah mengkaji 30 orang siswa Pesantren Modern Al-Aqsha Jatinangor. Hasilnya, dua kelompok yang menggunakan odol dengan dan tanpa herbal memiliki efektivitas yang sama terhadap penurunan indeks plak gigi.

Selanjutnya, studi yang teranyar adalah pemakaian kandungan mikro kalsium dalam pasta gigi. Produsen pasta gigi yang mencampurkan bahan itu mengklaim bahwa mikro kalsium yang menempel pada lapisan plak gigi secara berkala melepaskan kalsium, sehingga bisa meningkatkan kadar kalsium di dalam mulut sekitar 50-100 persen.

Jumlah kalsium dalam mulut yang banyak ini diasumsikan akan membantu penyerapan kalsium lebih baik. Nah, pengikisan kalsium saat seseorang mengkonsumsi makanan kariogenik--asam dan gula--dijadikan dasar untuk fungsi mikro kalsium dalam pasta gigi.

Menurut Erri, pada gigi ada mineral, yang di antaranya kalsium, fosfat, dan fluore. Pada saat terjadi demineralisasi--yaitu saat gula difermentasi oleh kuman dan gigi menjadi asam--mineral itu lepas semua. Kandungan-kandungan penting dalam mineral pergi sementara. Jadi harus cepat diganti dengan makanan yang mengandung fluore dan kalsium.

"Nah, kalsium dan fluoride itu bisa menggantikan kandungan mineral yang hilang. Proses demineralisasi, dijelaskan oleh dokter flamboyan ini, biasanya berlangsung selama 30 menit. "Saat itulah merupakan potensi terbentuknya titik-titik lubang."

Karena itu, para ahli menganjurkan setiap orang langsung menyikat gigi setelah makan, supaya lubang-lubang yang berpotensi terbentuk itu jadi tertutup. Jika gigi terbengkalai hingga terbawa tidur selama berjam-jam, bisa dibayangkan proses keasaman yang terjadi di dalam mulut. Keasaman menjadi tetap dan tidak naik. "Mulut itu PH normalnya adalah 7. Makin PH-nya turun, maka semakin asam mulut tersebut," Erri menerangkan. Karena itu, hindari makanan tersisa di gigi saat akan tidur.

Penjelasan dari Erri itu mendorong Erwin mendisiplinkan ketiga buah hatinya untuk selalu menggosok gigi. Dia kerap membopong ketiga anaknya yang berusia 10, 7, dan 3 tahun itu ke wastafel untuk menggosok gigi sebelum tidur. "Yang paling kecil masih sulit diajak," pria kelahiran Manado ini menjelaskan. Selain itu, Erwin mengontrol konsumsi makanan yang mengandung gula bagi mereka. "Saya selalu ajari mereka untuk menyikat gigi minimal dua kali sehari."

Adapun Erri menyarankan masyarakat untuk menyikat gigi minimal dua kali sehari, yaitu sesudah makan dan sebelum tidur. "Tidak ada maksimalnya," katanya. Yang lebih penting bukan kuantitasnya, melainkan kualitasnya. Dari laporan Departemen Kesehatan, didapati bahwa masih lebih dari 60 persen penduduk Indonesia salah dalam menyikat gigi. "Baik waktu maupun cara menyikat giginya."

Sebenarnya, selain tiga kandungan di atas, masih ada kandungan lain dalam pasta gigi, yaitu pemutih. Namun, pemutih cuma estetika. Sebab, warna gigi seseorang berbeda-beda, tergantung warna kulit. Orang berkulit putih umumnya bergigi keabu-abuan, lalu gigi orang berkulit hitam cenderung putih, sedangkan gigi orang berkulit sawo matang biasanya berwarna kuning. Demikian kata Ketua PDGI drg Zaura Rini Matram, seperti yang pernah dikutip Tempo.


Sumber :
HERU TRIYONO
http://www.tempointeraktif.com/hg/kesehatan/2009/08/13/brk,20090813-192354,id.html
13 Agustus 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar